Menginap di bandara kualanamu part II

Dipostingan sebelum menginap di bandara kualanamu, aku sedikit bercerita kenapa bisa jadi menginap di bandara, terus gimana keadaan malam di bandara. Sampai yang terakhir ada suara ‘ntek’, ‘ntek’, ‘netek’. #eh.

Seperti janjiku di postingan itu bakal melanjutkan cerita yang terputus, di postingan selanjutnya yang artinya postingan ini.

And, here we go.

img_20160905_053201_hdr
Diruang tunggu

Selanjutnya waktu itu diruang tunggu sebelum masuk kepesawat, apalah namanya itu ruang tunggu check-in, apa ruang tunggu penerbangan. Aku kurang paham. Kondisi masih sunyi, cuma ada beberapa orang, iya cuma beberapa contohnya di ujung sana dekat mesin makanan otomatis seperti diluar negeri itu, ada seorang yang tidur. Wajar juga sunyi, paginya juga belum terang.

Waktu itu masih pagi subuh, terangnya juga belum datang, tapi mata terus saja terasa ngantuknya. Berkali-kali aku tertidur, terbangun, tertidur, terbangun sendiri di tempat duduk. Padahal udah juga ketoilet berkali-kali, untuk cuci muka. Tapi ya gitu, tetap ngantuk. salut juga sama orang orang yang bisa nahan ngantuk lama-lama, gak tidur tidur sampe panda ikut nongkrong di matanya.

Tapi mungkin ini karena aku hanya sendiri, duduk sepi tanpa ada teman ngobrol. Duduk di sini, pemandangan terasa sama saja dengan tempat dimana aku nunggu sebelumnya, di rumah makan tadi. Masih sunyi, sepi, hanya lebih dingin karena ada beberapa mesin AC di tiap-tiap pinggir dinding. Kuliat ada juga orang yang tiduran sambil menunggu pesawat berangkat. Ada juga kelompok beberapa orang yang sambil menunggu, mereka mengobrol asik ketawa-ketiwi. Ada juga yang pacaran di seberang sana, eh gak tau deng, Cuma mereka berdua terlihat akrab, ngomongnya juga terdengar pelan-pelan.

Kemudian seorang bapak datang, menenteng tas dan sebuah kardus. Kutebak itu pasti oleh-oleh, bukan sok tahu sih, Cuma kebaca di kardusnya “MERANTI”. Diletakannya kardus tadi disampingku, terus dia duduk di samping disisi lain kardus itu. Kebayangkan seberapa dekat kami. Bagus.

Dan sebelum dia duduk kami sempat saling bertatap-tatapan sambil terseyum-senyum malu seperti di sinetron-sinetron yang lagi happening sekarang. Eh bukan bukan. Cukup bertatapan, tersenyum sambil mengangguk sopan. Tipikal orang Indonesia yang ramah.

Untuk beberapa saat itu, ngantuknya hilang. Ntah mengapa, untuk beberapa saat. Iya beberapa saat saja. Dan iya betul ketebak, ngantuknya datang lagi. Gmana lagi ini biar ngantuknya hilang, ya?

“mas?” kemudian bapak disebelah sok caper.

Eh gak deng, dia menyapa dengan sopan. Kubalas dengan sopan pula “iya pak?”

“mas mau kejogja juga ya?”

“iya pak betul, bapak juga?” kalau menurut hematku ini basa basi yang terlalu basi, jelas-jelas itu ruang tunggu penerbangan kejogja. Tapi yasudahlah kembali lagi, tipikal orang Indonesia yang ramah.

“mas sepertinya bukan orang jogja, di jogja kuliah ya mas?”

“iya orang medan aku pak, bukan kuliah. Jalan-jalan saja kesana. Bapak asli jogja?”

“iya mas saya asal jogja, kemedan Cuma ketemu cucu saya. Anak saya  kebetulan nikah dengan orang disini”

“oh gitu, mantap pak. Jadi bapak sendirian aja kemedan?”

“iya mas, saya sendirian aja kemedan. Soalnya istri saya sudah meninggal. Jadi ya biar gak ngerasa sendirian aja, saya sering njenguk cucu saya kemedan.”

“oh gitu, jadi bapak seringlah ya kemedan?”

“iya lumayan mas, biasanya setahun bisa 4 kali saya kemedan. Mas kok sendirian aja kejogja?”

“berangkatnya aja sendiri pak. Disana ada sepupu yang bisa diajak jalan jalan.”

“iyaya mas, jogja itu bagus mas, banyak lokasi wisatanya. Tau Borobudur kan?”

“iya taulah pak. Dulu kan keajaiban dunia itu.” Dikira sibapak mungkin aku bukan orang yang suka baca. Padahal ensiklopedia itu salah satu buku favoritku zaman kecil dulu. Dan lagi sebelum kejogja, sudah pasti aku mencari tahu dulu, istilah kerennya , riset. Ingin rasanya beradu pengetahuan tentang wisata jogja dengan sibapak. Tapi kutahan, dan lagi itu bukan tindakan yang bijak setelah kupikir ulang.

“iya mas, sama gudeg juga wajib di cobain itu mas” bapaknya menjawab dengan antusias.

“iya pak, uda masuk dalam list itu.” Kujawab seadanya aja, karena uda gak fokus juga karena ngantuk.

“mas?”

“iya pak?”

“bisa minta tolong?”

Kucermati maksud pertanyaaan bapak ini, mau minta tolong apa dia. Apa bapak ini mau nawarin MLM, ya? Atau mau minta uang uang jajan?

Eh gak mungkin juga si bapak nawarin MLM di waktu sedini ini, bukan sekarang, mungkin nanti.

Ntah mengapa, seketika itu yang tadinya ngantuk bisa jadi fokus lagi.

Dengan perlahan dan penuh kehati-hatian kujawab pertanyaan bapak itu.

“minta tolong apa pak?”

“ini masih jam 4 lewat, sedangkan pesawat berangkat jam 6 yakan.”

“iya pak. Kenapa?” semakin waspada kutilik maksud tiap kata yang bapak ini sampaikan.

“rumah anak saya jauh dari bandara mas, jadi saya harus berangkat lebih awal biar bisa sampai disini. Akhirnya saya kurang tidur dan rasanya ngantuk banget. mas”

Sampai disini aku masih belum mau memvonis maksud sibapak, tetap sabar kutunggu dia menyelesaikan ucapannya. Ya walau uda ketebak sih maksud si bapak ini.

“saya mau tidur sebentar mas, tapi takut ketinggalan pesawat, karena telat bangun. Bisa minta tolong bangunin saya nanti mas?”

Nah kan ketebak, ada udang dibalik peyek. Sibapak mau tidur. Hadeh.

Lah sibapak kurang peka juga, gak liat apa aku juga daritadi nahan nahan ngantuk. Di ajak ngobrol juga kujawab seadanya. Tapi ya kembali lagi tipikal orang Indonesia, ramah.

Tapi yaudahlah, kenapa tadi gak kepikiran minta tolong sama bapak itu gitu ya.

Bukan gak ikhlas mau banguninnya ya, Cuma ya aku kan ngantuk juga.

“yaudah pak tidur. Santai, nanti tak bangunin pun pak”

“terima kasih ya mas” sambil senyum puas sibapak bersiap tidur.

 

Dan sekali lagi sama seperti sebelumnya diam sendiri menunggu berangkatnya pesawat sambil ngantuk. Ditengah-tengah usahaku menahan rasa ngantuk, ada dua orang bule, masih muda, berdua berjalan beriringan kearahku, cewe-cowo, kurasa mereka pasangan. Ketara dari mesranya. Si cowo mengendong tas carrier besar yang tingginya lebih dari tinggi kepalanya sendiri, si cewe agak lebih modis, simple tapi modis. Hotpants biru, tanktop hitam, dan sneaker. Eh dia bawa tas backpack juga, kupikir itu lumayan imut. Sejak ada gambar “packman” ditas yang dia pakai. Sambil mereka terus berjalan, sambil tetap kuliat mereka, dalam pikiran “boleh juga ini cewe” eh, “gak kedinginan dia ya?”

Mereka sih  mungkin gak begitu sadar sudah kuliat dari ujung sana, iya dari awal pintu masuk. Sampai akhirnya ketika mau duduk di barisan kursi yang ada didepanku.

Sambil pandangan kami bertemu disertai anggukan kecil, lagi lagi dan lagi, tipikal orang Indonesia yang ramah, kemudian mereka duduk.

*BERSAMBUNG

 

Eh, gak deng. Tetap dilanjut kok, tenang-tenang.janganlah anarkis.

Mereka saling mengobrol, dua bule yang tadi didepanku. Ngobrolnya pelan-pelan. Walau gitu ditempat sunyi gini ya tetap aja kedengaran kan. Ya memang mereka pake bahasa inggris, tapi sedikit banyaknya aku mengerti obrolannya. Inti obrolannya sih sama dengan obrolanku dengan sibapak tadi, kalo si bule cewe ngantuk dan mau tidur. Jadi dia minta si bule cowo membangunkannya. Ngerti aku kan, ya memang gak ahli, tapi ngerti.

Singkat cerita, sibapak dan sibule cewe sama-sama tidur, sedangkan aku dan sibule cowo duduk terjaga menunggu waktunya berangkat.

Sesekali kami bertukar pandang, saling melempar senyum. *diiringinmusikdisco.

“hi” sapa si bule cowo sok asik.

“hi juga” upsst. Kebiasaan nyapa cewe-cewe. Fon,fon salah gaya.

“kamu mau kejogja kah?”

Lah ini bule bisa bahasa Indonesia benar adanya? Gak mimpikan aku. Kuulangi pertanyaan itu pada diriku sendiri. Sekedar memastikan bukan pengaruh ngantuk.

Hebat juga si bule cowo ini bisa bahasa Indonesia, cuma ya gitu, masih belum begitu lancar serta juga logatnya yang aneh. Kutebak mereka pasti bule dari rusia.

“iya bro, keren kau bisa bahasa Indonesia. Uda lama disini?”

“saya tinggal di tuktuk sudah 5 tahun ya,  jadi saya belajar bicara bahasa Indonesia. Tapi ya masih belum terbiasa”

“oh didanau toba”

“iya didanau toba”

“oh, mantap, mantap. Jadi kalian mau kejogja”

“iya, saya dan dia, my girlfriend. Kami mau liburan ya, kejogja. Dari yang kami tahu jogja itu bagus ya”.

Aku sedikit geli juga dengar si bule cowo ngomong dengan logat aneh dan belum lancar-lancar juga. Tapi dia punya percaya diri.

Singkat cerita, kami banyak membicarakan tentang danau toba, karena dia tinggal disana, dan danau toba juga salah satu tempat yang paling sering aku datangi. Jadi setidaknya ini topik yang sama-sama kami kuasai lah.

Si bule cowo banyak bercerita tentang gimana dia bisa jadi menetap di tuktuk, kemudian bagaimana dia sangat begitu peduli dengan alam disekitar danau toba yang sudah banyak yang rusak. Agak miris dan terkejut juga memang mengetahui kalo hutan di danau toba banyak yang rusak, bukan terkejut karena gak tahu. Bukan. Tapi terkejut kenapa dia yang maaf, hanyalah orang bule bisa tahu banyak tentang itu, sedang aku taunya cuma mencintaimu. Eh salah. Taunya menikmati wisata, bukan melestarikan dengan mencintainya.

Dan tanpa terasa ada pengumuman dari petugas maskapai, kalo penumpang sudah boleh masuk kedalam pesawat.

Kami sudahi obrolan kali saat itu, sibule cowo membangunkan si bule cewe. Begitu juga denganku, kubangunkan sibapak yang minta tolong tadi.

Kami masuk kedalam pesawat.

img_20160905_053223_hdr
Antrian masuk kedalam pesawat. pada ketakutan ketinggalan

Hari itu walaupun harus nginap dibandara, kusadari itu bukan hal yang buruk. Ya memang bukan hal yang bahagia. Tapi bisa dijadikan pengalaman hidup, bisa dijadikan salah satu cerita didalam kehidupan. Seperti pepatah tiongkok kuno menyatakan :

“hidup adalah tentang bagaimana kita berpikir. Sebagaimana hal buruk adalah pengalaman, dan hal baik adalah anegerah. Setidaknya begitulah harusnya kita berpikir.”

 

Oia setelah sampai di bandara jogja baru sadar ternyata si bule cowo dan aku gak sempat saling bertanya nama masing-masing tadi walaupun uda panjang lebar mengobrol, begitu pulak dengan sibapak. Biarpun begitu, doaku kepada mereka, semoga sehat selalu. AMIN.

 

 

 

 

 

17 thoughts on “Menginap di bandara kualanamu part II

  1. “mas mau kejogja juga ya?”
    coba kalimat itu diganti jadi “menurut mas, pengaruh tax amnesty terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia gimana?
    lha…malah bingung kan, ahahaha

    Aku belum pernah ke Kualanamu, dulu ke Medan pas masih Polonia 😀

    masukan ya Bang, penulisan imbuhan “ke-” atau”di-” bila menunjukan tempat dipisah ya Bang, jadi semisal “dijogja” menjadi “di Jogja”, “kemedan” menjadi “ke Medan”.

    Salam kenal Bang 😀

  2. Reblogged this on Daud Art and commented:
    Bagian kedua yang udah beberapa hari belakangan ini ane cek melulu, hahaha. Padahal udah ane subscribe dan tiap hari kayanya ane nge-cek email deh haha, tapi akhirnya ane baca karena ketemu di reader-nya wp. Dan akhirnya rasa penasaran ane terpuaskan. Thanks bro udah sharing pengalamannya.

  3. Pengalaman menarik, kapan-kapan main bareng yok pas ku ke Sumut lagi. Banyak sejarah Batak yang ingin kupahami. Oya, masukin nih, kata keterangan bakunya dipisah, seperti ke Jogja, di dalam, ke luar.

      • Siap. Kabar-kabari juga kalau main ke Surabaya atau Malang, siapa tahu bisa meet up. Eh, igmu yang fiderik, Alfon Fiderik Mahulae, bukan?

        Rasa-rasanya kita pernah berinteraksi lewat IG, jauh sebelum lewat blog, haha. Atau, aku saja yang merasa.

  4. Senyum2 aku baca tulisanmu Lae. Kebetulan lagi browsing pengalaman menginap di Kualanamu. Sedikit banyak terbantu aku dgn tulisanmu. Udah kebayang suasananya.

    Btw, lanjut terus menulisnya Lae…malah kalau bisa, bikin novel dgn gaya bahasa anak Medan seperti caramu menulis ini. Pasti mantabbb nanti…

    Mauliate Lae…

    • mauliate lae.. sangat senang kalo itu bisa membantu.
      iya lae, memang saya selalu nulis lae. cuma kadang gk tau mau ngepost apa di blog ini.
      merasa kurang masih kualitas tulisanku.

Leave a reply to fiderik Cancel reply